Selasa, 07 Juli 2015

Memadukan Melukis Dengan Hipnoterapi

Memadukan Melukis Dengan Hipnoterapi
”Kami diminta melukis sebebas-bebasnya, sesuai dengan apa yang kami rasakan. Melalui goresan tangan dan lukisan,  baik di kertas maupun kanvas, ekspresi perasaan bisa dilepaskan. Saya merasa seperti ada bebas yang lepas”.

Selembar kertas kosong itu diminta untuk dicorat-coret. Dibuat dengan pensil, coretan di kertas itu tidak boleh terputus, artinya ujung pensil tak boleh sedikitpun terangkat dari kertas. ”Silakan coret apa saja”, kata Verri Jaya Priyana, MA, meminta Tempo untuk terus mencoret di atas kertas.
            Verri, (47 tahun), adalah seorang pelukis impresionis. Sejak kecil ia punya hibby menggambar dan mulai serius melukis setelah menginjak usia SMA. Saat bekerja di sebuah perusahaan otomotif, dia mempelajari ilmu hipnoterapi. Dua hal itu kemudian dikawinkan. ”Melukis itu melepaskan kita dari rutinitas sehari-hari,” ujarnya. Begitu pula dengan hipnoterapi, bagaimana memaksimalkan otak kanan”, pria kelahiran Tegal, Jawa Tengah, itu menambahkan.
Dia semakin bersemangat menyatukan keduanya setelah bertemu dengan Victoria Abdoela Eva, seseorang yang menekuni terapi seni lukis dari Rusia. ”Dari dia kemudian saya memberikan terapi” ujar pria yang mulai memberikan terapi pada 2011 itu.
Hingga saat ini Verri sudah memberikan terapi lukis kepada sejumlah kelompok, dari ibu-ibu, bapak-bapak hingga anak TK. Menurut Verri tidak ada perbedaan antara memberikan terapi pada orang dewasa  dan untuk anak-anak. ”Saya tetap membebaskan mereka untuk melukis” katanya.
Rabu lalu itu. Verri mengajak tempo mencoba metoda terapinya di sanggar seninya di daerah Sarua, Ciputat, Tangerang Selatan. Verri tidak memberikan batasan waktu kapan coretan itu diselesaikan. Yang penting, mencoretlah sesuka hati.
Sebelum meminta mencoret-coret, Verri memberikan daftar sejumlah pertanyaan. Jawaban dari pertanyaan ini akan berguna untuk mengetahui tipe warna kepribadian. Verri mengatakan kegiatan mencoret-coret pada selembar kertas kosong itu tak punya makna khusus selain sebagai bentuk eksplorasi imajinasi untuk membebaskan dari belenggu ”mental block”. Karena itu Verri tak punya respons atas hasil coretan. Ia hanya melihatnya dan sudah k ada komentar apapun atas hasil coretan.
Sesudah mencoret-coret, peserta lalu diminta Verri untuk menggambar lagi pada kertas A4. kali ini sebuah contoh diberikan, sebuah gambar ketel kecil, gelas cangkir lengkap dengan tatakan, kesemuanya dalam posisi terbalik. Karena itu menggambarnyapun dalam posisi terbalik, ”ini untuk melatih konsentrasi, membayangkan cangkirnya dalam keadaan terbalik”, katanya.
Tak ada komentar apapun atas dua gambar coretan itu, Bagi Verri keduanya merupakan cara untuk mengekspresikan imajinasi. Tak ada penilaian apapun atas  hasil coretan itu. Kemudian ia meminta Tempo untuk menggambar, melukis pada sebuah kertas gambar. Seperangkat cat air dan acrylic sudah disiapkan. ”Gunakan jari Anda untuk menggambar”, ujarnya.
Sejumlah pilihan warna telah tersedia. Verri membebaskan untuk memilih warna kesukaan apa yang akan digoreskan di kertas. ”Kalau perlu gunakan semua jari untuk melukis,” katanya. Menurut Verri dengan langsung menggunakan jari untuk melukis  ekspresinya akan lebih bebas. Sentuhannya akan berbeda bila menggunakan kuas,” katanya.
Terapi melukis belum berhenti di sini, masih ada tahapan terapi berikutnya. Menurut Verri, melukis dengan jari tangan ini semacam sketsa awal, untuk melukis di kanvas yang sebenarnya. ”tapi bisa saja berbeda dengan gambaran yang di sin” ujarnya.
Namun sebelum melukis di kanvas yang sebenarnya, berukuran 60 x 40 sentimeter, Verri mengajak meditasi, tak perlu tempat khusus Verri cukup meredupkan cahaya di ruangan tengah. ”Imajinasikan Apa yang akan Anda lukis,” katanya. ”Setelah Anda menemukan apa yang akan Anda lukis, fokuslah pada obyek tersebut. Fokuskan apa saja yang ingin Anda lukis”.
Sekitar 15 menit, meditasi selesai. Sebuah kanvas berbingkai, cat akrilik, dan seperangkat kuas sudah disiapkan di atas meja. Namun sebelum mulai menggoreskan kuas tempo diminta membuat sketsa.
Lalu apa bedanya terapi melukis dengan belajar melukis? Verri mengatakan , dalam  terapi ini dia tidak akan memberikan tehnik atau cara-cara melukis. ”Saya membebaskan  mereka untuk melukis, tidak ada tehnik-tehnik melukis yang saya ajarkan,” ujarnya.
Verri biasanya akan bisa tahu bagaimana cara melukis seseorang, atau yang ia terapi dari tipe warna kepribadiannya. Misalnya, bila yang datang kepadanya sudah membawa tumpukan sejumlah masalah, ”melukisnya akan lebih ekspresionis, trlihat abstrak”, tuturnya.
Tidak mudah melukis di kanvas berukuran 60 x 40 sentimeter, ”Memang butuh fokus, energi kita terserap ke atan kanvas,” ada banyak ruang yang harus diisi apa yang harus di lukis. ”Kanvas itu seperti mengambil energi kita.” katanya.
Meskipun terasa melelahkan, rasa puas akan terasa begitu lukisan sudah selesai. Melukis itu menciptakan kenyamanan. Itulah yang dipercaya Verri. Karena, dengan melukis, orang membebaskan ekspresinya. Kondisi yang teman dan nyaman itulah, kata dia, yang membuat orang tidak mudah diserang penyakit. ”dengan melukis, orang menjadi kalis dari penyakit,” ujarnya.
Nurul Wijayati, 49 tahun, merasa terapi melukis yang diberikan Verri membantu dirinya lepas dari rutinitas yang menjenuhkan. Pekerjaannya sebagai guru SMA di Bekasi, dan menjalankan toko seragam, membuat hari-harinya menjemukan.
Sebaliknya, di kelas Verri, dia bersama sekitar 20 teman arisannya bebas mengekspresikan perasaannya melalui pilihan-pilihan warna dan coretan-coretan di kertas. Kami diminta melukis sebebas-bebasnya, sesuai dengan apa yang kami rasakan,” katanya, Melalui goresan tangan dan lukisan, baik di kertas maupun kanvas, ekspresi perasaan bisa dilepaskan. ”Saya merasa seperti ada perasaan bebas yang lepas”, ujarnya.
Dalam memberikan terapi, kata Nurul, Verri tidak menyampaikan tuntutan yang spesifik harus melukis apa. Tahapan-tahapan terapi dimulai dari mengisi quesioner, mencorat-coret gambar, menggambar sketsa, hingga meditasi dan melukis di atas kanvas. ”Kami diminta menumpahkan apa yang dibenak, apa yang selama ini membebani, untuk dituangkan di atas kanvas dan kertas,” katanya. (IQBAL MUHTAROM).
Tempo, Minggu, 14 April 2013.

Untuk info Terapi Seni Lukis hubungi :

Rumah Sehat Thera Afiat
Jl. Kelapa Sawit Blok D/D No. 15
Samping Pusat Kajian Al Quran dan Informasi Islam
Kelapagading
Jakarta Utara

Telp./WA  08111494599
08788 3171247
Pin 28303BAC

Source:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar